Yayat Supriatna: Posisi Jakarta Sebagai Kota Bisnis Tak Tergoyahkan
Meski tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara, pamor Jakarta sebagai kota bisnis dan perdagangan tidak tergoyahkan.
Dalam jangka panjang, Jakarta tetap tidak tergoyahkan sebagai ibu kota keuangan Indonesia.
Menurut pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, jika Ibu Kota Negara pindah maka Jakarta tetap menjadi kota ekonomi yang mengedepankan perdagangan.
Fauzi Bowo: Perumusan UU Kekhususan Jakarta Harus Cerminkan Kebutuhan di Masa Depan
Apalagi, ungkap Yayat, infrastruktur transportasi di Jakarta saat ini sudah terkoneksi dengan baik, setelah adanya jalan tol Trans Jawa. Kondisi ini akan diperkuat lagi dengan jalan tol Trans Sumatera yang akan dikoneksikan dengan tol Trans Jawa, pada 2024 nanti.
“Dalam jangka panjang, Jakarta tetap tidak tergoyahkan sebagai ibu kota keuangan Indonesia. Juga menjadi simpul bagi produksi dan distribusi logistik, barang dan jasa termasuk juga ekspor dan impor nya,” kata Yayat, Jumat (1/4).
Yayat menyebutkan, hasil kajian sejumlah pihak bahwa kontribusi pajak domestik regional bruto (PDRB) di tingkat nasional, posisi Jakarta hampir 17 persen sumbangsihnya. Sementara total yang diberikan oleh Pulau Jawa itu hampir dari 60 persen secara nasional.
"Dengan besarnya kontribusi ini, jelas posisi Jakarta masih sangat kuat," tukasnya.
Dia mengungkapkan, dalam masa transisi dua hingga 10 tahun ke depan, ketika Ibu Kota N
egara bisa tumbuh pesat sebagai pusat pemerintahan, namun belum bisa tumbuh menjadi pusat perekonomian Indonesia. Maka, otomatis Jakarta akan tetap menjadi sentral bagi kegiatan pemerintahan dan ekonomi.Yayat melihat bahwa pusat pemerintahan itu bisa kapan pun dipindah. Namun kegiatan ekonomi tentunya menunggu proses. Karena ekonomi itu melihat opportunity.
"Namanya ekonomi pasti akan melihat situasi atau ibaratnya uang itu akan mengikuti tuannya. Kalau tuannya masih bercokol di Jakarta dan dianggap masih betah maka investor juga akan bertahan,” tukas Yayat.